Anehnya Dora -_-




Oke, kali ini gue mau ngebahas tentang kebodohan dora. meskipun dora bodoh entah kenapa dlu waktu kecil gue suka banget nonton dora. Dan lebih bodohnya lagi, gue mau ikutin semua perintah dora. " Ayo kita loncat, lebih tinggi" " lebih tinngi, loncat" (sambil loncat-loncatsendiri) #halahapaini.
Dan gue pernah berpikir, bahwa Kebodohan itu = Dora .
Sekarang gue mau ngebahas kebodohan / hal konyol dari dora -_-

Yang pertama ada di benak gue adalah Gue bingung deh, gimana caranya dora pake tu kaos pink. Lo bisa liat sendiri kan, kepalanya sama lobang kaosnya itu 5 :1.

Lo tau gak kenapa gue bilang tadi kebodohan itu dora??
Pendidikan ? dia gak bakal tahu, bahkan TK saja mungkin ia gak TK. Bukti? menghitung anak tangga saja butuh bantuan kita. itupun pada akhrinya ia terpaksa dan dibantu monyetnya untuk menghitung. malu dong ama monyet Dan ini belum termasuk saat Dora bertanya "apakah kau mau membantu?". Lihat bagaimana lama dia merespon (lola). Haha pembodohan.

Dora itu hanya gak lebih dari tokoh kartun yg bego (saking bodohnya 1+1 aja dia gatau), buta (jalanan gak bisa dia liat ckck), tuli (ngebedain mana suara ini itu aja dia gatau). apalagi itu yg "SWIPER JANGAN MENCURI! SWIPER JANGAN MENCURI! SWIPER JANGAN MENCURI!" WAKAKAKA

Lo tau gak sama percakapan dora yang ini??

Dora : apakah kalian meliat sungai? (buseet dah nengok doang udah keliatan itu sungai ckck) 

terus muncul kursor biru yg sok sok ngeklik gitu deh, tau kan? kalo lo nonton pasti lo tau.

Boots : yaaa itu dia (halaaah sama lu begonya ) 

Dora *baru ngeliat* : kalian benar! ayo kita kesana sebelum matahari terbenam! (padahal tuh langit biru banget deh ckck kaya masih pagi, ccd :)) )


Dan gue rasa Dora itu Jomblo Abadi. Kenapa gue bisa bilang kaya gitu??
Dora gak pernah pacaran. Kita belum pernah liat dia gandengan atau PDKT sama cowok lain. Gue rasa, sampai saat ini dora cuma deket sama Diego deh. Parahnya lagi diego itu sepupunya sendiri-_-


Gue rasa dora gak punya rumah (padahal sih punya)                       
Kelihatannya sih gak ada ya. Dora kan hidupnya berkelana dari hari ke hari sama monyetnya. Dia gak pernah makan atau mungkin Bab. Dia Cuma bawa tas yang kadang isi tasnya itu gak jelas. Begonya lagi dora itu gak tau jalan, dan hanya mengandalkan peta. Hidupnya berulang dan tidak pernah mengalami masa kanak-kanak yang bahagia (karna terus berpetualang dan gak punya teman manusia.



Sebagai Bolang (BOCAH ILANG ) ia selalu memiliki urutan pemikiran yang sama.
Andaikan saja ia ingin ke suatu tempat, maka ia akn bertanya ke peta lalu berjalan. Seandainya petanya hilang atau sobek, mungkin dia bakal beli Atlas . Dan jangan lupa, daya ingat Dora itu lemah. #kampret. Bayangkan saja, setiap selesai melewati 1 tempat ia akan bertanya "Kemana selanjutnya kita akan pergi? " dan itu akan ditanyakan sebanyak 3 kali (pasti) Dora juga tidak pernah mengingat jalan , hingga setiap ia pergi harus melihat peta. Jangankan mengingat jalan, barang apa yang harus di ambil dari tas-nya saja ia harus bertanya dulu --"


Kehidupan dora yang memprihatinkan
Sepanjang pengamatan gue, Dora punya satu sahabat monyet yang bernama Boots. Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika manusia berteman dengan monyet, yang ada si monyet minta pisang terus-terusan. Dan juga, musuh bebuyutan Dora, si Swiper. Di setiap episodenya, si Swiper selalu berusaha mencuri benda milik orang lain. Bodohnya Swiper, dia mau saja berhenti mencuri karena Dora berteriak "Swiper jangan mencuri!". Belakangan gue ketahui bahwa Swiper dan Dora bersekongkol untuk mencuri di episode yang lain haha konyol.

Gue gak tau dora udah idup berapa lama dengan si boots  
monyet peliharaanya Dora. Majikan bodoh kaya gitu kenapa masih di kintilin aja ya, beller benner ini monyet, gua rasa di cuci otak sama bapaknya dora, entahlah wallahualam yaa -_-

Biarpun gitu di beberapa episode dia juga berubah penampilan, termasuk rapi. Walaupun kelihatannya tidak pernah nyuci baju, tp setidaknya dia rapi dan bersih. Ya lumayan la ada nilai plusnya yah :)

Dan info terakhir, Dora sama2 aneh dengan ibunya -_-
Emang bener ya, ada yang bilang " Buah gak jatuh jauh dari pohonnya" dan ini buktinya






Denny Sumargo : Sebuah Biografi Perjalanan Pebasket Nasional

Berikut ini merupakan quotes yang menurut saya dapat memotivasi dan menginspirasi saya yang saya dapatkan dari biografi Denny Sumargo :)


(1) "Saya tidak pernah menyesal dengan apa yang pernah saya lalui dalam hidup saya karena itu adalah hal yang membentuk saya hingga menjadi seperti ini." - (Denny Sumargo;28)

(2) "... bahwa apa yang saya miliki saat ini bukanlah sesuatu yang abadi. Ketika Tuhan menghendaki semuanya lenyap, saya harus siap dan ikhlas." - Denny Sumargo

(3) "Tutuplah telinga kamu saat mendengarkan hal-hal buruk tentang kamu, tapi bukalah telinga kamu saat mendengarkan kabar baik tentang kamu." - Tri (Denny Sumargo;102)

(4) "... musuh terburuk dalam hidup kita mungkin saja adalah sahabat terbaik dalam hidup." - (Denny Sumargo;111)

(5) "... Tuhan tidak prnah meninggalkan umat-Nya. Ia mengutus malaikat untuk menjaga kita, dan malaikat itu ada di sekitar kita. Terkadang mereka tidak bersayap, dan kita menyebutnya dengan sebutan teman." (Denny Sumargo;130)

(6) "Tidak semua bisa berjalan dengan warna putih tanpa warna lain." - (Denny Sumargo;154)

Dan masih banyak lagi quotes dari kak Densu, semoga menginspirasi kalian yah >.<
Thanks for visiting guys ;)

Biografi Denny Sumargo (BAGIAN 3)

DAN SAYA PUN BISA , Bagian 3 :)
cr: agnes davonar Blog

Setelah saya diusir dari rumah dan menghilang selama dua hari lamanya, nenek memang mulai sedikit melunak terhadap sikap saya tapi ia masih tak segan memukul saya bila saya nakal. Saya pun kembali ke bangku sekolah untuk mengejar beberapa pelajaran yang saya tinggalkan karena menghilang dalam pertualangan saya sebagai kernek angkot.  Saya murid yang pintar sehingga tidak ada masalah untuk mengejar pelajaran saya dan itu saya buktikan ketika saya kembali menjadi rangking pertama di kelas saya.
Kepintaran saya sama sekali tidak ada gunanya di kelas karena saya tidak dihargai oleh teman-teman saya. Mereka lebih suka menghina saya sebagai penakut dan pengecut walaupun begitu berhasil juga saya mendapatkan sahabat yang mau bermain dengan saya. Beberapa murid perempuan terkadang masih bicara dengan saya untuk sekedar membahas cerita-cerita yang mereka dongengkan dan saya  memiliki sahabat dekat bernama Angel yang sering bicara dan suatu ia bertanya pada saya.
“ Denny.. kamu selalu ambil raport sama tante kamu.. kemana orang tua kamu?” tanya teman saya.
“ Mama saya ada di Makassar.. dia bekerja disana. Jadi tidak mungkin dia bisa ambil raport, jadi tante saya yang wakilin.. !!”
“ Oo.. lalu dimana Papa kamu..!”
Saya terdiam dan sebuah pertanyaan sulit untuk dijawab. Saya tidak mendapatkan gambaran sama sekali tentang sosok ayah dalam hidup saya.
“ Saya ga punya Papa.. dan saya ga tau Papa saya”
“ Aneh.. biasa kan orang tua itu ada ayah dan ibu.. kok kamu cuma Mama saja..!”
“ Saya pun tidak mengerti..!”
“ Tidak kamu tanyakan sama Mama kamu..?”
 Saya mengeleng-gelengkan kepala saya, saya tidak bisa membayangkan apa yang ibu lakukan pada saya bila saya bertanya tentang ayah. Ibu seperti tidak ingin saya mengenang sosok ayah dalam hidup saya dan saya juga merasa ibu sudah seperti ayah sehingga saya tidak berpikir sosok ayah saya selama ini. Tapi pernah tergelitik sebuah pertanyaan tentang ayah saya dan itu pun bukan jawaban yang saya dapat dari ibu saya, melainkan dari cerita tante saya.
Saya tau ayah masih hidup dan ada di dunia ini tapi itu tidak penting lagi untuk saya, buat saya keluarga saya hanya ibu saya. Kalaupun dia nanti bertemu dengan saya, saya bahkan tidak berharap akan bertemu dengan dia. Ibu sudah cukup keras mendidik saya dengan apa yang ia bisa lakukan, ia keras, disiplin dan ringan tangan tapi itu dia lakukan untuk menjadikan saya anak yang baik dan tidak ada sedikitpun rasa sakit hati karena kekerasan dan ajarannya.
Selama hidup bersama tante, saya harus mengubur rasa rindu saya terhadap ibu saya. Kalaupun saya ingin menangis tidak saya lakukan didepan tante dan nenek saya, saya lebih memilih berdiam di kamar sambil membaca surat yang ia kirimkan untuk saya setiap bulannya. Saya ingin sekali bercerita kalau saya terkadang tidak kuat berada disini tanpanya, saya mungkin mampu melakukan apapun yang diperintahkan oleh tante saya andai saja ibu ada disamping saya. Sayangnya saya tidak sampai hati menyampaikan perlakuan mereka pada saya.
Tuhan sepertinya mendengarkan keluh kesah saya hingga pada suatu hari, anak tante saya yang saudara kandung ibu bernama Weldy datang ke Jakarta dalam rangka perlombaan Karate. Ia saat itu melupakan atlit Karate yang berprestasi dan selama di Jakarta ia menumpang di rumah tante saya. Ia juga tidur bersama saya dan saya sangat senang punya teman bicara saat malam bersama dia. Dia juga membawakan makanan yang ibu titipkan untuk saya dan itu bisa membuat saya tidak kelaparan saat malam hari.
Weldy yang saya panggil kakak seperti kebingungan ketika ia melihat saya bangun pagi hanya untuk membersihkan rumah dan melakukan berbagai perkerjaan yang tidak seharusnya saya lakukan. Ia mungkin bertanya dalam hati mengapa tante saya tega memperlakukan saya dengan tidak sepantasnya karena usia saya yang masih kecil. Ketika itu ia langsung menghampiri saya untuk bicara ketika saya sedang menyapu ruang tamu.
“ Kamu ngapain Den,?”
“ Nyapu… bersihin rumah supaya rapi!”
“ Kamu nyapu gini iseng apa gimana?”
“ Gak.. ini tugas saya kalau bangun pagi sebelum sekolah.. uda biasa kok..!”
“ Loh.. mau sendiri apa disuruh..!”
“ Disuruh sama tante.. saya nyapu dulu deh.. ntar kesiangan sekolahnya..!”
Saudara saya hanya bisa menarik nafas dalam melihat kejadian itu, saya pun terburu-buru untuk melakukan tugas saya karena semalam saya bicara terlalu lama dengan Weldy.  Saya senang ibu baik-baik saja dan bahkan mulai menunjukkan keuangan yang membaik, ia menitipkan pesan ibu kepada saya untuk belajar dengan giat sehingga nanti besar menjadi orang berguna dan besar. Dan kata kata itu saya tanamkan dalam-dalam di hati saya. Andai saja ibu tau saya sangat merindukan dan mencintai dia maka itu saya rela bertahan seperti ini mungkin dia akan lebih bahagia.
***
Pindah ke Surabaya dengan ibu.
Saya sedih ketika Weldy kembali ke Makassar karena saya jadi kehilangan teman bicara saat malam hari tapi ia memang harus kembali karena ia tidak bisa berlibur lama-lama di Jakarta, ia pun berjanji akan kembali nanti dan mengajak saya bicara banyak hal. Setelah Weldy pulang ternyata ia menyampaikan semua perlakuan tante saya kepada ibu, ibu sangat marah ketika itu dan langsung mengambil keputusan untuk membawa saya pulang tapi tidak terburu-buru karena saat itu ia juga sedang sibuk berpikir untu pindah ke Surabaya.
Saya tidak pernah berpikir ibu akan jatuh cinta dan memiliki laki-laki lain dalam hidupnya karena saya itu saya tidak berpikir ia akan mencintai orang lain selain saya, ternyata saya salah ibu sedang dekat dengan seorang pria bernama Aldi, saya tidak jelas darimana mereka berkenalan tetapi yang saya tau ibu begitu jatuh cinta pada pria yang usianya tidak terlalu berbeda dengannya. Ibu memang masih muda dan cantik lagipula usianya juga belum genap 30 tahun sehingga tidak heran ia begitu memikat.
Mungkin yang membedakannya adalah ia adalah seorang janda beranak satu dan bernama Denny sumargo. Aldi seorang pria yang tidak terlalu dekat dengan saya tapi saya tau ia dan ibu saling mencintai sehingga itulah ibu memutuskan untuk pindah bersama dia ke Surabaya untuk membangun kehidupan baru dan kesempatan itulah yang ibu gunakan untuk membawa saya pergi dari tante dan nenek saya. Tante pun melepas kepergian saya dengan tanda tanya antara sandiwara dan tidak tapi ia sepertinya bersedih.
Di Surabaya saya tinggal di sekitar pantai kenjeran di timur Surabaya, disanalah kami mengontrak rumah sederhana dan memulai hidup baru kami. Saya memanggil Aldi dengan sebutan Om, tapi jarang saya gunakan karena kami juga jarang bicara selain saat makan bersama atau ibu meminta saya memanggil dia. Saya bersekolah di sekitar swasta yang lebih baik dari sebelumnya karena disini lebih banyak warga keturunan walaupun ada penduduk lokal tapi mereka sangat akur dan baik.
Saya duduk di kelas 4 Sekolah Dasar dan langsung menjadi perhatian karena memiliki kepintaran yang tidak mereka kira, saya masih ingat nilai Matematika saya selalu mendapat 9, 5 di rapot, guru saya sampe kebingungan untuk memberikan angka 10 karena itu tidak diperbolehkan.  Saya mendapatkan perhargaan dan rasa hormat lebih baik dari teman-teman saya kebanding di sekolah saya dulu. Dan saya pun langsung menjadi terkenal di sekolah saya.
Ibu masih melakukan perkerjaan seperti biasanya yakni, berdagang pakaian dan berkerja sambilan di sebuah Salon. Sedangkan Om Aldi bekerja tapi saya tidak pernah jelas dengan pekerjaannya, ia hanya sering pulang pada malam hari dan tertidur tanpa banyak bicara. Ibu selalu hidup hemat dan menabung setiap sen rupiah yang ia dapatkan untuk menggapai mimpinya membuka Salon, saya tau karena ibu selalu menyimpan uangnya di Bank bersama saya.
Hidup saya juga lebih terjamin dengan tanpa perlu menahan rasa lapar karena ibu selalu membuatkan saya makan bila saya lapar dengan cepat. Kesehatan saya nomor satu buatnya, disamping ia juga harus melayani kebutuhan Om Aldi. Mereka tidak menikah secara resmi, saya tidak tau alasan demikian tapi saya rasa ibu tidak ingin pernikahannya gagal sehingga memutuskan hidup bersama tanpa ikatan dan saya lihat selama mereka tinggal bersama, mereka akur-akur saja.
Tiga tahun hidup kami berjalan dengan baik, ibu mulai merasa hidupnya lebih baik dan berencana membuka salon dengan biaya yang telah ia kumpulkan selama tiga tahun itu, ia mulai mencari ruko dan berbagai persiapan untuk membuat salon. Ia mempercayakan semuanya kepada Om Aldi karena ia terlalu sibuk untuk bekerja dan mengumpulkan modal lebih banyak lagi. Om Aldi memang sepertinya terlihat sibuk membantu ibu mengurus usaha barunya itu. ia bahkan selalu berada dirumah tidak seperti biasanya ketika saya pulang ia tidak ada, saya jarang sekali bicara dengan dia dan bahkan sepertinya kami saling menghindari. Saya merasa tidak cocok dengannya ntah apa karena asing terhadap sosok pria dia hidup saya karena selama ini saya hidup dengan sosok wanita seperti tante, dan nenek saya.
Mendung itu tiba.
Suatu hari saya begitu bahagia karena mendapatkan kabar dari guru saya kalau saya akan mendapatkan hadiah karena mendapatkan nilai ulangan sempurna dan segera pulang membawakan berita baik itu kepada ibu. Ketika tiba di rumah, saya merasa ada yang aneh dengan rumah saya. Rumah saya berantakan dan banyak barang-barang yang berantakan seperti habis di bom saja. Saya langsung menuju kamar ibu, bertapa terkejutnya saya menemukan ibu menangis sambil terduduk di tembok.
Saya mendekati ibu yang seperti orang linglung dan rusuh bersama air mata di pipinya.
“ Mama.. mama kenapa.. ?” tanya saya.
Mama terdiam dan ia langsung memeluk saya tanpa saya tau ada apa dengan dia. Saya hanya bisa mendengar tangis dia yang tiada henti dan ia hanya mengulang satu kalimat yang sama dan itu adalah
“ Habis semuanya.. habis semuanya.. “
Saya masih tidak mengerti apa yang ia maksud tapi saya tau ini berita yang buruk dan saya berharap om Aldi segera pulang untuk membuat ibu saya tenang. Tapi akhirnya saya harus bersedih karena ternyata yang membuat ibu saya menangis seperti ini adalah OM Aldi. Saya baru menyadari ketika beberapa tetangga saya datang untuk membantu menenangkan ibu dan dengan sedikit menguping saya mendengar sebuah hal yang paling menyakitkan.
Om Aldi yang ibu cintai ternyata tega membawa kabur uang yang ibu saya simpan untuk usaha salonnya sebesar seratus juta Rupiah. Jerih payah dan keringat yang ia jatuhkan demi masa depan hidup kami yang baik lenyap begitu saya oleh pria yang ia pikir begitu mencintainya dan ternyata menjadi maling dalam kehidupan kami. ibu terlalu mempercayai pria itu hingga tanpa sadar menyerahkan uangnya begitu saja untuk dibawa kabur.
Ibu sangat frustasi dengan kejadian yang memilukan itu, saya masih ingat ketika itu saya sedang belajar dan ibu menangis lalu menghantamkan keningnya ke tembok sambil menangis. Saya sangat panik dan mencegahnya sambil menangis.
“ Mama.. mama jangan begitu.. mama jangan kayak gini.. jangan Ma..”
“ Mama.. hancur.. mama benar-benar hancur..”
Saya menangis dan menahan kepalanya dengan sekuat tenaga agar ia tidak melakukan tindakan yang bisa membuatnya terluka. Tangis saya sepertinya bisa membuat dia sedikit berpikir untuk tidak melakukan perbuatan itu lagi, saya sadar sekali dengan maksud kata-katanya. Hatinya sungguh telah hancur dan hidupnya sungguh merasa jatuh. Ia tidak hanya kehilangan uang yang ia simpan dengan keringatnya tapi juga kehilangan cinta dan penghianatan seorang laki-laki yang begitu mencintainya.
Tidak pernah dalam hidup saya begitu sedih melihat sosok ibu saya yang begitu menyerah terhadap cobaan hidupnya. Kami jatuh dalam sebuah kehidupan yang menyedihkan dan ia tidak berusaha untuk bangkit, ia menjadi sosok yang lemah dan tak berdaya bahkan tidak pernah berpikir bahwa ia memiliki saya yang harus ia perjuangkan.  Yang kami punya hanya sedikit uang untuk bertahan hidup tidak lebih dari satu minggu, untung saja ada tetangga yang berpikir membantu kami melihat tragisnya hidup kami.
Karena begitu sedihnya melihat sikap ibu, nilai saya di sekolah menurun dan selalu cemas takut ibu melakukan tindakan-tindakan yang saya takuti semacam untuk bunuh diri dan lari meninggalkan saya. Saya selalu ingin pulang cepat dan jarang sekali bermain bersama teman-teman, ketika saya pulang saya berharap ibu menyambut saya dengan senyuman ternyata tidak, wajahnya yang cantik kini tanpa pucat dan tidak beraura seperti biasanya, ia seperti hidup bukan pada dirinya.
Saya masih ingat ketika saya sangat kelaparan dan ibu hanya memiliki uang yang sedikit. Saya terus menjerit kelaparan dan ibu tidak tahan melihat keadaan saya lalu memberikan uang terakhir yang ia punya dari menjual kalung perhiasannya.  Ia menyuruh saya untuk memberikan makan di luar dan saya pun berjalan kaki untuk mencarinya.  Saya tau bukan hanya saya yang lapar tapi ibu juga lapar tapi ia berusaha untuk menahan rasa itu dihadapan saya. Saat itu sudah sangat malam dan saya pun segera mencari makanan di sekitar lingkungan rumah saya.
Saya melihat penjual nasi bebek yang masih berjualan sedangkan banyak penjual makanan tutup. Saya mendekati pria itu untuk membeli makanan yang ia sajikan.
“ Pak saya mau nasi bebek berapa harganya?”
“ Ini sebungkusnya dua ribu rupiah..!” ujar penjual itu dan saya merongo uang di saku saya yang hanya terdapat beberapa lembar ratusan dan terkumpul enam ratus rupiah.
Saya sadar uang saya tidak akan cukup untuk memberi makanan itu tapi hanya inilah satu-satunya toko yang buka di malam itu.
“ Pak, maaf. Boleh ga saya beli nasi sama sambelnya saja.. uang saya hanya ada enam ratus rupiah.!”
Bapak itu mungkin heran melihat saya tapi ia sepertinya tau saya tidak punya uang dan akhirnya menerima uang itu dan memberikan nasi dan sambel sesuai yang saya minta. Saya begitu bahagia dan bersyukur mendapatkan makan untuk malam ini, lalu saya membawa pulang kepada ibu. Nasi itu memang tidak banyak hanya semangkus piring kecil yang tidak akan cukup untuk kami disertai sambel kecap yang sengaja saya minta agak banyak. Ibu meminta saya untuk makan terlebih dahulu dan saya memang sudah lapar pun memakannya kemudian ia memakan sedikit dan kami hanya saling memandang dengan pilu.
Nasi dan sambel yang saya makan penuh duka ini tidaklah nikmat tapi setidaknya inilah makanan yang patut saya syukuri karena sejak saat itu ibu mulai berusaha bangkit dari keterpurukan hidupnya. Air matanya berjatuhan melihat saya begitu lahap menikmati makanan yang tentunya tidak akan pernah cukup dan sejak saat itu saya sadar ibu telah kembali menjadi dirinya sendiri. Ia bangkit dari rasa sedih dan hantu bayangan yang menyakitkan dirinya.
Ia kembali bekerja di esok harinya setelah sebulan lamanya frustasi, ia berkata pada saya untuk terus belajar dengan giat dan mulai saat ini hidup kita hanya akan bersama untuk selamanya.  Pria yang menyakitinya biarkanlah menjadi yang terakhir dalam hidupnya dan saya tidak berusaha mengungkit pria jahat itu dalam hidup kami. Seperti yang selalu saya pegang teguh dalam hidup saya bahwa apa yang saya miliki saat ini bukanlah sesuatu yang abadi ketika Tuhan menghendaki semuanya lenyap saya harus siap dan ikhlas.
Ibu menatap harinya dengan semangat dan saya pun kembali bersemangat untuk belajar, kami melupakan semua yang pernah terjadi dalam hidup kami dan belajar untuk lebih tidak mempercayai orang lain selain diantara kami berdua. Kami pindah dari rumah kontrakan kami ke sebuah kos yang kecil berukuran 3×4 Meter, bisa dibayangkan dalam satu kamar kecil itu kami menyimpan kompor,dapur dan tempat tidur bersamaan. Bahkan saya harus tidur beralasan tikar karena semua barang yang kami punya sudah kami jual untuk memulai hidup baru.
Diganggu kakak kelas.
Ketika saya masih duduk dikelas 6 Sekolah dasar, saya sering bermain bersama teman-teman sebaya saya ketika usai sekolah. Saya menyukai permainan tembak gundu yang mengunakan bola kelereng sebagai alatnya. Saya sering bermain di jalanan dan suatu ketika seorang pemuda yang saya pikir duduk di sekolah menengah atas sering datang dan mengambil kelereng saya dengan paksa.  Saya ingin menolak tapi ia malah memukul saya. Saya hanya bisa menangis dan teman-teman saya juga terdiam tidak bisa berdaya.
Seringnya ia menganggu saya dan merampas mainan saya membuat saya sering menangis pulang dan ibu terlihat kesal dengan sifat cengeng saya. Saya tidak menceritakan masalah saya padanya karena saya takut ia akan marah karena membeli mainan dengan uang jajan saya. Ia memukul saya dan saya pun mengaku mengapa saya menangis.
“ Bola kelereng saya diambil sama kakak kelas saya..!” ujar saya .
“ Lalu kenap kamu kasih..?” tanya ibu saya.
“ Dia kuat dan akan memukul saya kalau tidak saya kasih..!”
“ Hm.. Mama ga sangka kamu begitu pengecut seperti itu Din, sekarang dengarkan mama.”
Aku terdiam menyimak kata-katanya,
“ Mulai besok kalau dia berani ambil mainan kamu lagi, kamu jangan kasih. Kalau dia maksa kamu ambil saja batu di jalanan lalu pukul dia dengan batu itu biar dia takut..!” ujar mama padaku.
“ Aku takut..!”
“ Kalau kamu takut.. dan hanya bisa menangis, mama yang akan pukul kamu. Mama tidak mau punya anak cengeng dan pengecut seperti kamu. Ingat pesan mama. Jangan mama liat kamu sekali lagi membiarkan apa yang jadi milik kamu diambil orang lain dengan paksa.!”
Saya pun menanamkan ajaran ibu dalam penak saya dan benar saja dugaan saya, kakak kelas saya tidak pernah puas berhenti merampas mainan saya. Ia datang pada saat saya bermain gundu bersama teman saya. Teman saya sudah lebih dulu menyerahkan bola kelereng miliknya dan ia pun menghampiri saya.
“ Mana bagian kamu.. berikan pada saya..!”
“ Nggak mau. Ini kan punya saya.. kenapa kamu paksa saya kasih kamu!”
“ Eh.. kamu berani ngelawan ya..mau saya tonjok apa?”
Saya melihat sekeliling saya dan menemukan sebuah batu bata dan mengangkatnya segera. Lalu mengancamnya.
“ Sini kamu kalau berani.. saya pukul kamu dengan ini..”
Melihat saya ia seperti menantang…lalu mendekati saya..
“ Coba aja kalau berani sini..”
Ia meledek-ledek saya dengan wajahnya, sebenarnya saya takut tapi ntah suara setan mana yang membuat saya langsung menghajarnya dengan batubata itu. PLAK… kakak kelas saya terdiam  seketika sambil memegang kepalanya yang terasa sakit, semua teman saya tampak menarik panjang terkejut.  Darah mengalir perlahan dari kepala kakak kelas saya, ia langsung menangis dan menjerit.  Saya lari dari keadaan ketika semua orang terlihat histeris melihat darah berceceran dijalan  dan saya juga ketakutan ketika itu, segera saya  pulang ke rumah dengan mengunci pintu . Ibu yang pada saat itu baru saja pulang kerja melihat saya dengan aneh dan saya mencoba menyembunyikan apa yang terjadi.
Ibu saya sebenarnya curiga ketika saya mengunci pintu tidak seperti biasanya dan ternyata ia tidak salah ketika ibu dari kakak kelas saya berteriak di depan kos kami dan memanggil-manggil nama ibu dan saya. Teriakan itu membuat ibu saya segera keluar melihat gelangan apa yang terjadi. Ibu kakak kelas saya datang dengan wajah marah bersama anaknya yang baru saja pulang dari rumah sakit.
“ Ada apa ya, Bu?” tanya ibu saya.
“ Kamu liat ini anak saya.. ?” jawab ibu itu emosi.
Ibu memperhatikan kepala kakak kelas saya yang diperban dengan bekas luka masih ada.
“ Lalu kenapa dengan dia..?”
“ Ini semua perbuatan dari anak ibu yang nakal dan brutal.. anak saya sampai bocor kepalanya. Kalau geger otak atau jadi cacat gimana.. ibu mau tanggung jawab?”
Ibu terdiam dan memanggil saya yang ketakutan untuk turun.
“ Din.. benar kamu yang buat dia seperti ini..”
“ Iya.. Ma.. !” ujarku pelan
“ Kenapa kamu bisa kayak gitu..?” tanya ibuku.
“ Dia kakak kelas yang saya bilang suka curi mainan saya..!”
Ibu kakak kelas itu seperti tidak terima dengan kenyataan lalu memaki-maki kami di lingkungan kami dan banyak yang melihat kejadian itu.
“ Anda ini bisa didik anak ga sih.. kalau ga bisa didik anak jangan jadi ibu.. jadi saja pelacur di jalanan. Anak kayak preman kok dipelihara..!”  kata kasar ibu itu.
“ Lalu saya harus bagaimana .. ?” tanya ibu berusaha bersabar.
“ Saya ga mau tau.. saya minta ganti rugi dan saya minta ibu didik anak itu dengan benar dan hukum biar ga jadi kayak preman!”
Ibu menarik tangan saya lalu mengambil sapu yang ada disamping pintu kos. Ia langsung memukul saya dengan sadisnya didepan semua orang. Saya berteriak ampun dan berteriak ibu menghentikan pukulan yang menyakitkan itu tapi ibu sepertinya sangat marah dan sangat murka pada saya. Ketika semua orang melihat kami dengan prihatin dan ibu mulai merasa cukup menghukum saya ketika lumuran darah mengalir dari seluruh tubuh saya.
Ibu langsung mendekati ibu kakak kelas saya.
“ Ya. .ibu benar… saya yang mengajarkan anak saya untuk memukul anak ibu dengan batu karena anak ibu suka ngambil mainan anak saya.. sekarang saya sudah menghukum anak saya dengan cara saya dan ibu juga harus mengajarkan anak ibu supaya tidak pernah mencuri milik orang lain..!”
“ Enak saja.. anak saya tidak pernah mencuri.. ibu jangan sembarangan fitnah..”
Tanpa banyak cingcong ibu langsung mendekati kakak kelas saya. Menudingnya dengan sebuah pertanyaan.
“ Benerkan kamu ngambil mainan anak saya setiap dia main sama teman-temannya..”
Karena ketakutan kakak kelas saya terdiam dan menunduk lalu berujar kecil “ ia..”
“ Lihat.. itu yang sebenarnya terjadi. Saya sudah menghukum anak saya .. masalah selesai”
Ibu kakak kelas saya tidak senang dengan kenyataan lalu mulai memaki-maki ibu saya dengan kata kata kasar dan ibu sepertinya sudah tidak tahan.
“ Ibu kalau ibu tidak ada yang bisa mendidik mulut ibu biar saya yang mendidik ibu sekarang juga..!”
Ibu langsung menarik rambut ibu itu dan menjatuhkannya ke lantai dan menamparnya. Banyak orang yang terkaget-kaget melihat tindakan ibu, termasuk saya. Ibu kakak kelas saya hanya bisa berteriak-teriak meminta tolong karena tidak tahan melawan tenaga ibu, ibu memang punya kekuatan yang lebih dari wanita umumnya karena ia berkehendak menjadi Polwan.  Ibu sangat marah dan merasa terhina kemudian menarik rambut ibu kakak kelas saya ke jalanan besar lalu melemparkan begitu saja ke got sekitar kos kami yang besar. 
Ibu kakak kelas saya sangat malu dan kotor hingga mukanya hitam karena air got. Ibu mulai tenang ketika beberapa tetangga memisahkan mereka dan berkata.
“ Ini didikan saya buat ibu agar bisa menjaga mulut kalau bicara.. inget itu” teriak ibu saya.
Saya yang menangis terkesima hingga tidak bisa menangis melihat bertapa ibu seperti petinju yang membuat KO lawannya. Lalu ia menarik saya masuk dan mengobati semua rasa sakit saya, ketika saya mulai mengerti apa yang ibu lakukan pada saya tadi hanya sebagai bukti bahwa ia memang salah mengajarkan saya untuk melakukan tindakan brutal tapi itu dapat saya lakukan bila saya tidak punya kemampuan yang bisa saya harapkan untuk melindungi saya.
Ibu tidak begitu saja lepas dari masalah ketika membuat malu ibu kakak kelas saya, kami kedatangan Polisi yang langsung menahan ibu dengan tuduhan penganiayaan. Saya menangis saat melihat Polisi itu membawa ibu dan ingin ikut tapi ibu melarang saya untuk ikut. Ia menyuruh saya tetap di rumah dan saya menurutinya, saya hanya bisa berdoa ibu cepat kembali.  Sepanjang hari saya menangis dan tiba-tiba ibu pulang dengan tersenyum pada saya.
Ia bebas dari ancaman penjara, saya tidak tau bagaimana ia lolos yang pasti ini adalah keajaiban Tuhan untuk saya. Doa saya saat dirumah tiada henti akhirnya didengar oleh Tuhan, saya senang dan langsung memeluk ibu dengan tangis meledak-ledak. Sejak saat itu saya tidak pernah takut lagi kepada siapapun bila saya dilecehkan atau diganggu, ibu telah mengajarkan saya bahwa seorang laki-laki tidak boleh cengeng dan terdiam saja ketika mendapatkan perlakuan yang tidak pantas.
Itulah sejarah yang membuat saya menjadi keras dan tidak pernah mau percaya pada orang lain karena saya menilai banyak hal dalam hidup  saya yang dapat menjadi cermin bahwa hidup kita hanya bisa kita pegang dengan kemampuan kita bukan dengan orang lain.
Mohon maaf sebesar-besarnya kepada teman-teman dan pencinta kisah Denny Sumargo dengan sangat terpaksa lanjutan dari bab ke empat dari buku itu tidak dapat disiarkan secara online lagi. Denny Sumargo dan Agnes Davonar sepakat untuk melanjutkan kisah perjalanan panjangnya, Jika kalian ingin melanjutkan kisahnya silahkan beli Biografi kak Denny Sumargo karya Agnes Davonar yg ada di toko buku terdekat di kota kalian. terimakasih :)

Biografi Denny Sumargo (BAGIAN 2)

Cr. Agnes Davonar Blog

KAMI PINDAH KE JAKARTA
 Setelah mengambil saya dengan sembunyi-sembunyi, ibu langsung membawa saya ke Jakarta. Saya begitu bahagia ketika untuk pertama kalinya saya naik pesawat terbang, saya sampai melupakan tante Ana dan suaminya yang begitu baik pada saya karena saya pikir berada diatas langit dan memandang awan adalah pengalaman hebat dalam hidup saya. Ibu memeluk saya sepanjang perjalanan di dalam pesawat, saya tidak banyak bertanya dan tertidur hingga tanpa sadar ketika terbangun saya sudah ada di Jakarta.
 Jakarta kota yang megah dibanding dengan kota tempat saya tinggal, saya takjub dengan gedung-gedung pencakar langit yang tidak saya temukan di kampung halaman saya ada disini. Ibu mengontrak sebuah rumah kecil disebuah perkampungan di deket daerah Kemayoran, rumah kami sangat sederhana dan hanya beralaskan papan triplex yang kondisinya sangat tidak layak. Kami tinggal di daerah kampung disekitar rawa-rawa, masyarakat disini kebanyakan adalah para pekerja buruh dan beberapa pedagang pasar atau keliling sehingga tidak heran kami adalah satu-satunya warga keturunan yang bermukim disini, buruknya rumah kami sampai-sampai kami harus menaruh ember setiap hujan karena atap rumah kami bocor.
 Saya masih berusia enam tahun di kala itu, sebenarnya ibu ingin sekali memasukan saya ke sekolah taman kanak-kanak tapi ia tidak memiliki cukup uang karena pada saat itu uang kami hanya cukup untuk hidup pas-pasan. Tapi ibu tidak ingin menyerah begitu saja melihat saya yang sudah seharusnya duduk di taman kanak-kanak agar pintar. Ibu pun bertindak sebagai guru saya, ia memberikan saya sebuah buku bacaan, pensil dan penghapus sebagai alat belajar saya. Masa itu bila saya ingat, ibu sangat tegas dan tidak tanggung-tanggung akan memukul saya dengan sapu lidi bila tidak berhasil memasukkan pelajaran yang ia ajarkan ke otak saya. Hampir selama setahun saya belajar bersama ibu hingga saya pun dapat menulis dan membaca walaupun tidak masuk sekolah taman kanak-kanak.
 Ibu adalah wanita gigih dan tangguh, ia tidak pernah mengeluh pada keadaan apapun. Ia selalu berjuang menyisihkan setiap keuntungan dari berdagang pakaian untuk bekal saya sekolah dasar, bisa saya bayangkan bertapa beratnya ia memikul baju dalam kalung kemudian membawanya dari satu tempat ke tempat lain tanpa pernah merasa lelah. Di pagi hari ia berangkat berjualan setelah memberikan saya makan pagi kemudian menyiapkan beberapa tugas pelajaran untuk saya kerjakan sambil menunggu dia pulang, ia mengunci rapat rumah sehingga saya tidak bisa keluar dan harus menunggu ia pulang. Sore hari ketika ia pulang berjualan, saya selalu senang menyambut ibu karena ia selalu membawa makanan yang enak karena perut saya lapar dan ibu menyadari itu. Tetapi saya juga sering cemas bila hujan besar turun dan ibu belum juga pulang, saya tak tega membayangkan ibu saya kehujanan di jalan dan tidak bisa berteduh.
 hari-hari indah saya hanya pada saat ibu sudah pulang ke rumah karena ia akan memperbolehkan saya bermain di luar bersama teman-teman tetangga saya yang sering mengajak saya bermain di rawa-rawa sekitar rumah saya. Banyak hal yang bisa saya lakukan ketika bermain di sekitar permukiman saya, terutama bermain layang-layang dan menyelam di rawa rawa untuk bermain air sembari mencari ikan Cupang kesukaan saya. Pernah saya pulang terlambat dari batas waktu jam saya bermain dengan keadaan kotor karena terjatuh di rawa-rawa dan ibu sangat marah.ia menjadi semakin marah ketika saya salah mengerjakan tugas pelajaran yang ia berikan hingga Ia memukul saya dengan keras hingga saya berteriak-teriak minta ampun, saya benci ibu saat itu karena tega memukul saya.
 Setelah tangisan saya mulai meredup ibu mendekat dan mengoleskan memar dan luka kaki saya dengan obat seadanya. Ia bertanya pada saya
 ” Sakit.. Nin ?” tanya ibu memanggilku Nin sebagai panggilan singkatnya.
 saya diam dan mengangguk
 ” Masih mau telat pulang lagi?”
 ” Nggak lagi ” jawabku
 ” Masih mau asal-asalan mengerjakan tugas pelajaran lagi?”
 Saya terdiam dan memang benar sejak saya memiliki hobi menangkap ikan cupang, saya mulai malas untuk mengerjakan tugas dari ibu dan hanya berpikir untuk cepat-cepat bermain. Ibu memeluk saya dengan hangat, saya melihat kaki saya yang penuh luka dengan sedih. Saya jadi heran untuk apa ibu merawat kaki saya setelah dia yang menyebabkan luka ini. Kemudian ibu melepas pakaian saya yang kotor dan berjalan dengan sedikit pincang, saya pun tersadar bahwa luka di kaki saya tidak sebanding dengan perjuangan ibu untuk mengajarkan saya tentang kedisplinan dan perjuangan untuk membuat saya menjadi anak yang pintar.Jika saya perhatikan kaki ibu, kakinya memiliki kulit mati dan kapalan yang banyak karena berjalan beratus-ratus Km untuk mencarikan nasi yang saya makan setiap harinya.
 Setelah saya mandi lalu memakai pakaian yang bersih ibu memberikan saya makan malam dan mengatakan satu hal yang tidak akan saya lupakan dalam hidup saya.
 ” Untuk menjadi orang besar, kamu harus menjadi pintar dan displin. Jangan pernah kamu lupa akan tanggung jawab kamu, terlebih terhadap pekerjaan yang harus kamu kerjakan. “
 Dan saya pun bertekad sejak saat itu untuk belajar dan disiplin agar bisa menjadi orang besar, ibu adalah guru terbaik dalam hidup saya. Apalagi ibu sudah mempersiapkan saya untuk duduk di sekolah dasar sebentar lagi menunggu usia saya genap tujuh tahun.
 Ibu kembali ke Makassar
 Saat saya mulai berumur Tujuh tahun dan siap untuk duduk di sekolah dasar, ibu memutuskan untuk kembali ke Makassar karena merasa berdagang di Makassar lebih menguntungkan ketiban di Jakarta. Tetapi dia tidak mau saya kembali ke Makassar mengingat kasus tante Ana bisa saja terulang dan menitipkan saya pada adik kandungnya yang tinggal di Jakarta. Adik ibu saya itu menikah dengan teman ibu yang kaya raya karena ibu yang menjodohkan mereka. Ia sudah memiliki anak perempuan bernama Meisy berumur 1 tahun saat saya tinggal bersama keluarga itu. Tante tidak menolak permintan ibu menampung saya mengingat jasa ibu padanya.
 Tapi pernikahan tante berjalan buruk dan retak, suaminya tidak lagi tinggal bersama dia sehingga nenek pun ikut pindah ke Jakarta dan hidup bersama tante. Saya di sekolahkan di sebuah sekolah negeri pagi 01 yang tidak jauh dari rumah tante saya yang besar dan elite di kawasan Muara karang. Orang lain akan melihat aneh bila saya bersekolah di negeri tapi memiliki rumah sebesar istana dengan taman yang luas. Padahal alasan saya bersekolah disana karena ibu tidak memiliki uang untuk memberikan sekolah swasta yang baik pada saya, lagipula ibu tidak ingin dibantu oleh siapapun tentang masa depan pendidikan saya.
 Kalau saya kaji hidup saya,  masa sekolah dasar saya adalah masa paling menyedihkan yang bisa saya utarakan untuk dikenang. Di sekolah saya, saya hanya segelintir berkulit putih diantara pribumi yang dominan. Saya sering menjadi bahan celaan teman-teman saya karena mata saya yang sipit dan pendiam. Saya tidak memiliki teman di kelas dan duduk di baris belakang seorang diri tanpa ada yang mau bicara dengan saya. Ketika jam istirahat sekolah, saya harus bersembunyi di kelas karena bila saya keluar saya akan dipukuli oleh teman-teman yang tidak suka pada saya. Bukan hanya dari teman-teman sekelas tapi saya juga mengalami siksaan yang berat oleh kakak-kakak kelas saya yang tidak suka pada saya. Saya hanya bisa menangis tanpa tau harus mengadu kepada siapa, karena bila saya mengadu kepada guru saya, mereka akan membuat saya lebih menderita lagi.
 Nenek sering marah dan memukul saya bila saya pulang dengan keadaan kusut dengan pakaian kotor. Saya ceritakan masalah saya di sekolah dan ia hanya bilang pada saya untuk tidak mencari masalah, padahal saya tidak pernah membuat masalah dengan siapapun di sekolah saya. Saya mengerti mengapa nenek marah karena dialah yang mencuci pakaian saya setiap harinya. Tante saya tidak lebih keras dari ibu saya, ia bukan orang yang suka mengunakan pembantu untuk mengurus rumah besarnya. Saya yang dikala itu masih berusia tujuh tahun harus terbiasa untuk mencuci piring, mengepel lantai dan mengunting rumput di taman hingga bersih setiap harinya.
 Pekerjaan rumah itu harus saya kerjakan bila ingin makan, belum lagi saya harus membantu tante saya menjaga Meisy yang masih kecil. Walaupun saya memiliki perkerjaan segudang beratnya tapi saya boleh berbangga hati karena selalu meraih rangking 1 di kelas saya. Ibu sangat bangga kepada saya hingga selalu mengirimkan uang sebesar 10000 rupiah dan berbagai makanan kesukaan saya setiap bulannya. Saya tidak pernah mengeluh dan membantah setiap perintah tante saya terhadap perkerjaan yang ia jatuhkan kepada saya tetapi saya tetaplah bocah berusia tujuh tahun yang sedang belajar tentang masa anak anak yang indah sehingga terkadang saya menjadi nakal.
 Kenakalan saya pada saat kecil itu merupakan hal-hal yang tidak disukai oleh tante dan nenek saya. Setiap pulang sekolah saya selalu mampir ke Supermarket Muara untuk membaca komik kesukaan saya semisal Dragon ball dan Kungfu boy. Penjaga supermarket itu sering melihat saya duduk sambil membaca komik tapi tidak pernah saya membeli hingga ia mendekati saya.
 ” Kamu mau beli komik ini?”
” Nggak Kak, saya cuma mau numpang baca aja”
” Disini harus beli kalau mau baca.. ga boleh baca disini..” ujar penjaga wanita itu sambil merebut komik dari tangan saya.
” Tapi saya ingin baca kak?”
 Dengan jengkel penjaga itu berkata  ” Minta sama mama kamu buat beliin komik ini kalau mau baca?”
 Saya jawab dengan apa adanya ” Mama saya di Makassar, saya tinggal sama tante saya. Tante saya nggak mungkin mau beliin saya komik itu!”
 Lalu penjaga itu pun mengusir saya keluar dari supermaket. Saya sedih tapi tidak putus asa, keesokan harinya saya kembali untuk membaca buku komik itu hingga penjaga itu bosan mengusir saya yang keras kepala. Akhirnya ia pun memaklumi dan membiarkan saya membaca tapi dengan catatan buku itu tidak rusak dan lecek. Saya memang sangat suka membaca komik dan buku-buku pendidikan hingga terkadang tanpa sadar saya jadi sering terlambat pulang kerumah. Nenek yang sudah marah akan menyambut saya dengan sapu dan tanpa ragu membuat saya merasakan sakit luar biasa akibat pukulannya hingga jerah. Tapi saya memang nakal sehingga tante saya sering marah-marah karena harus mengganti sapu baru setiap bulannya karena patah untuk menghajar saya.
 Tante saya tidak ringan tangan seperti nenek saya, ia hanya akan memukul saya bila membuat Meisy menangis. Saya pernah di kunci di kamar mandi karena tidak sengaja membuat Meisy terjatuh dari kursi karena kelalaian saya menjaganya. Saya sering menangis mendapatkan cobaan yang tidak pernah saya bayangkan dan ibu tidak pernah tau apa yang terjadi dalam hidup saya, karena ia sedang sibuk mencari uang demi masa depan saya yang lebih baik di Makassar. Tante saya tidak menyukai sifat saya yang rakus saat makan karena menggangap saya seperti orang kelaparan tapi sesungguhnya saya memang sedang masa pertumbuhan sehingga ingin selalu makan dan terus makan. Karena kesal ia sering menyembuyikan makanan dari saya sambil memperingatkan saya untuk tidak sekali sekali membuka lemari es dan lemari makanan.
 Terkadang saya tidak mengindahkan apa yang ia katakan dan bila malam tiba saya mencuri makanan itu lalu membawanya ke kamar saya dan menyatapnya dengan lahap. Tapi saya selalu bernasib sial dan tertangkap hingga pada akhirnya saya selalu dipukul dan di kurung di kamar mandi. Kapok terhadap pukulan yang menyakitkan saya pun berpikir hal-hal yang tidak pernah saya bayangkan, saya mulai berani mencuri makanan di Supermarket dengan menyembunyikan makanan itu dibalik baju saya,  Karena merasa aman-aman saja, akhirnya saya menjadi keseringan berada di Supermarket dan membuat beberapa petugas curiga pada saya.
 Suatu malam saya kelaparan dan memasuki Supermaket untuk mencuri Snack dan coklat, saya pikir saya akan bisa mencuri dengan aman tapi saya salah. Petugas supermarket menangkap basah saya mencuri, saya hanya bisa menangis memohon ampun untuk tidak di bawa ke kantor Polisi karena ketakutan. Mereka bertanya tempat tinggal saya kemudian membawa saya pulang ke rumah tante dan nenek, bisa dibayangkan bertapa marah dan malunya nenek dan tante terhadap kelakuan saya saat itu, Masalah selesai setelah tante bersedia membayar empat kali lipat dari harga toko. Ketika petugas itu pulang saya mendapatkan ganjalan yang tak akan pernah saya lupakan selamanya, Dua sapu kayu yang baru saja dibeli tante saya patah berantakan dan itu semua karena hanya untuk memukul saya.
 Sampai saat ini saya masih tidak mengerti mengapa nenek dan tante saya bersikap keras terhadap saya, Nenek dan tante menghukum saya sangat berat karena kenakalan saya sudah melampaui batas padahal kalau saja mereka tidak menyembunyikan makanan dari saya, saya tidak akan pernah berpikir untuk mencuri. Saya tidak tau apakah ibu tau tentang sikap buruk saya ini tapi saya berharap dia tidak tau karena ibu akan sangat malu punya putra pencuri seperti saya.
 Saya menjadi orang yang pendiam untuk jangka waktu yang panjang, terlalu banyak hal-hal yang membuat saya merasa takut dan cengeng semasa kecil. Sikap saya di sekolah juga tidak terlalu bergaul dengan teman-teman yang lain, mereka tau saya pintar karena selalu menjadi juara pertama di kelas tapi itu bukan hal penting selain melihat saya sebagai orang yang tidak pantas bersekolah di tempat seperti itu karena mata saya yang sipit. Empat tahun masa saya bersekolah disana banyak hal yang saya pelajari tentang dunia keras dan kekuasaan tapi saya tidak pernah dendam terhadap teman-teman saya, salah saya juga yang waktu itu diam saja dan mungkin mereka pikir saya konyol.
MENJADI KENEK SUPIR ANGKOT
 Nenek tampaknya semakin kesal melihat ulah saya yang masih saja sering terlambat pulang sekolah hingga suatu hari saya pulang terlampau sore dan nenek sangat marah besar kepada saya  Padahal saya tidak melakukan tindakan-tindakan yang nakal, saya hanya pergi membaca buku di Supermarket dan pernah saya katakan itu kepada nenek, kontan saja ia marah karena berpikir saya akan mencuri lagi disana.
 Saya sadar saya akan habis disemprot karena pulang terlalu sore sebab saya terlalu asyik membaca komik Kungfu boy. Saat saya pulang nenek sudah menunggu di gerbang dengan senjata sejatinya sapu kayu. Belum sampai ke rumah saya sudah menangis kencang karena ketakutan dan nenek menarik saya lalu menghajar kaki saya sembari berkata
 “ Anak nakal.. sudah nenek bilang jangan terlambat pulang tapi kamu masih saja membandel.. “
 Saya meminta ampun tapi itu dan menangis tapi itu tidak membuatnya mengasihani saya. Akhirnya saya diseret keluar rumah dan nenek mengusir saya.
 “ Pergi kamu dari rumah ini. Jangan pernah kembali.. kalau kamu berani kembali nenek akan menghajar kamu sampai kamu mati”
 Saya ketakutan dan pintu gerbang rumah tante saya terkunci sehingga saya hanya bisa diam diluar gerbang. Saya menangis memohon masuk tapi nenek tidak peduli, tante saya yang dirumah juga hanya diam saja melihat saya diusir dari rumah. Akhirnya saya berjalan meninggalkan rumah besar itu. Saya masih bingung hendak kemana tapi saya hanya berjalan sesuai naruli saya untuk berjalan tanpa berhenti.
Perut saya kelaparan dan saya berjalan melihat beberapa pedagang makanan dengan perut yang terus saja berbunyi.  Saya kapok mencuri dan tidak ingin lagi melakukan itu karena nenek bilang ia tidak akan pernah mau menyelamatkan saya kalau saya mencuri lagi. Akhirnya saya tahan rasa lapar saya terus menerus hingga hari semakin malam. Saya tidak ingat jam berapa saat itu tapi keadaan jalanan sangat sepi saya mendekati tempat sampah dan mencoba mencari makanan sisa yang bisa saya makan, sialnya saya tidak menemukan makanan sedikitpun.
Saya mencoba tidur di sebuah taman milik rumah besar yang terlihat nyaman, ketika saya tidur ribuan nyamuk menyerang saya hingga saya merasa terganggu, Akhirnya saya putuskan untuk berjalan lagi walaupun mata saya sudah sangat berat. Disebuah persimpangan jalan antara Muara karang dan Pantai indah kapuk saya berhenti melihat sebuah mobil angkot yang sedang memarkir tanpa seorang pun. Saya pun berpikir untuk tidur di dalam mobil angkot itu.
Awalnya saya bisa tidur dengan nyaman tapi tiba-tiba supir angkot itu datang, ia sangat marah dan menampar pipi saya hingga saya menangis.
“ Ngapain kamu disana.. mau mencuri ya?”
“ Nggak pak. Saya cuma mau numpang tidur..!!”
“ Bohong pasti kamu mau mencuri.. saya bawa kamu ke kantor Polisi?”
“ Ampun pak.. saya benar-benar ga bermaksud mencuri, saya hanya ngatuk dan ingin tidur disini.. sumpah pak..” ujar saya sambil menangis kencang.
Bapak supir itu kemudian mengecek uang yang ada di setir dan menemukan tidak ada yang saya curi. Ia melihat saya menangis dan ketakutan, akhirnya ia ibah dan merasa bersalah karena menuduh saya mencuri. Ia mendekati saya.
“ Kenapa kamu bisa disini..?”
“ Saya diusir sama nenek saya..!”
“ Rumah kamu dimana..!”
“ Di Muara karang..!”
“ Bapak anteri pulang ya..?”
“ Nggak mau. Nenek bilang kalau saya berani pulang saya akan dibuat mati..!”
Bapak itu menghela nafas dan tidak lagi menghendaki saya untuk pulang.
“ Ya sudah kalau emang ga mau pulang, kamu tidur aja disini.. kamu sudah makan?”
“ Belum pak..saya belum makan dari sore tadi..”
“ Bapak bellin indomie mau..?”
Saya begitu gilang mendengar kata makan dan menghapus air mata saya.
“ Mau .. mau..!!” ujar saya dengan semangat
Bapak itu kemudian membelikan saya indomie goreng dengan telur ceplok, saya melahap semua dengan cepat seperti orang yang sudah tidak makan selama setahun kata bapak itu. tapi memang kenyataannya perut saya sangat lapar dan ia pun menambah semangkok mie untuk saya. Setelah saya kenyang ia membiarkan saya tidur di mobil angkot merah miliknya, sedangkan ia tidur di depan dan berkata kepada saya sebelum tidur.
“ Besok kita pikirin mau apa ya.. sekarang uda malam kamu tidur aja..!”
Saya bisa tidur nyenyak malam itu karena kenyang dan keesokannya bapak itu menawarkan saya untuk menjadi keneknya, saya pikir tidak ada salahnya, toh saya tidak punya kegiatan apapun. Dua hari lamanya saya menghilang dari rumah dan berprofesi menjadi supir angkot jurusan Pluit sampe grogol, semua orang yang duduk di angkot memperhatikan saya dengan antusias karena sangat aneh untuk seorang anak muda berkulit putih dan sipit berkerja sebagai kenek angkot terlebih usia saya yang masih bocah ingusan.
Saya tidak pernah menyesal merasakan masa-masa saya menjadi angkot karena itu adalah pekerjaan pertama saya di dunia ini. Bapak itu sangat baik and bijaksana, ia memberika hasil kerja saya setimpal dengan apa yang saya lakukan. Saya mendapatkan makan yang bisa saya sukai semau saya dan uang saku untuk membeli apa saja yang saya sukai. Tidak banyak tapi saya puas dengan hasil keringat saya disaat itu.
Saya tidak tau bagaimana nenek bisa menemukan saya setelah dua hari menghilang dari rumah, saya pikir mungkin karena beberapa tetangga saya melihat saya di jalan secara tidak sengaja. Mereka menjemput saya untuk pulang, saya takut tapi bapak itu menguatkan hati saya untuk pulang karena tempat saya bukan dimobil angkot, tempat saya adalah di bangku sekolah untuk menimbah ilmu. Saya pun kembali dan nenek tidak memukul saya, ia hanya diam dan berpikir mungkin saya hebat karena bisa hidup seorang diri dua hari lamanya tanpa uang sepeserpun.
Sekali lagi hidup saya berjalan dengan sebuah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan. Kerasnya hidup telah mengajarkan saya untuk semakin tegar menatap masa depan saya. Saya beruntung bertemu bapak yang baik hati yang bersedia mengajarkan saya arti bertahan hidup. Sekali lagi juga saya kehilangan orang baik yang mengajarkan saya akan kehidupan. Saya tidak pernah menyesal apa yang pernah saya lalui dalam hidup saya karena itu adalah hal hal yang membentuk saya seperti saat ini.
 

Corona's Blog Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting